Jumat, 29 April 2011

:: Musuh Utama Pohon ::

Ketika manusia mulai pandai melebur biji besi menjadi batang besi,
lalu menempa dan membentuk lempengan, 
kemudian mengasahnya menjadi sebilah matakapak yang tajam; ketika itulah pohon-pohon di dunia mulai khawatir akan
nasib mereka. 
Pohon-pohon melihat semakin hari semakin banyak kerusakan
yang diperbuat oleh manusia dengan kapak-kapaknya. Berbondong-bondong manusia memanggul kapak memasuki hutan dan menebangi pohon-pohon.


Apa jadinya bila dunia tanpa hutan yang lebat? Apa jadinya bila dunia tanpa pohon. Namun pohon tak bisa berbuat banyak. Pohon hanya bisa menitikkan air mata dan geram saat memandang satu-per-satu pohon lain bertumbangan akibat dikapaki oleh manusia-manusia. Kerusakan pohon sudah sedemikian dashyatnya.
Kini hanya tertinggal sebatang pohon di hutan itu yang merintih, “Oh,
mengapa manusia menciptakan kapak yang digunakan untuk menebangi pohon-pohon? Sungguh kejam kapak itu.”



Rintihan itu terdengar oleh seorang penebang yang menjawabnya sambil tertawa-tawa, “Ha..ha..ha.. wahai pohon lihatlah, sebilah mata kapak ini takkan bisa melukaimu begitu parah bila tak dilengkapi dengan pegangan yang terbuat dari kayu yang kuat. Sadarkah kau bahwa kayu itu berasal dari pohon
- YAITU "DIRIMU SENDIRI"


Renungan:

Ketidakbahagiaan dapat ditelusuri ke dalam diri sendiri. Dan kenyataannya seringkali musuh terbesar seseorang justru adalah dirinya sendiri.



SALAM DARI HATI... ^_^

:: Mulai Lunturnya Kebanggaan Bahasa Madura ::

Kerisauan berbagai pihak, terutama kalangan budayawan, atas nasib budaya dan bahasa ibu ini didasarkan atas kesadaran, kedua hal tersebut memuat nilai-nilai signifikan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang.


Ajip Rosidi (Suara Merdeka, 26/2/2007), sastrawan dan penggagas Hadiah Rancage, menegaskan, anak-anak belajar memahami dunia dan lingkungannya melalui bahasa ibu. Bahasa ibu menancapkan nilai-nilai dan norma yang kemudian berakar kuat pada diri seseorang. 



Seperti disinyalir Ajip Rosidi, generasi mutakhir Indonesia saat ini bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia. Ini terutama banyak ditemukan di kota-kota besar. Afrizal Malna, penyair kontemporer Indonesia, memberikan pengakuan yang cukup menarik disimak. Bagi penyair kelahiran Jakarta itu, bahasa Indonesia yang menjadi bahasa ibunya ”telah kehilangan akal budayanya dan diterima hanya sebagai alat komunikasi dan politik penyatuan” (Afrizal, 2002: 68-70). 



Ada nuansa keterasingan yang terekam karena nilai-nilai kebudayaan yang tersimpan dalam bahasa Indonesia tak pernah bisa akrab dengannya. Ada catatan kerinduan atas bahasa ibu dan khazanah kebudayaan yang dikandungnya, yang ternyata tak dimiliki oleh bahasa Indonesia. 



Kasus di Madura 



Dalam konteks kebudayaan Madura, ada satu contoh mutakhir tentang meredupnya bahasa Madura. Awal 2008 ini, Lomba Cipta dan Baca Puisi Madura yang digelar Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Wiraraja Sumenep ternyata hanya diikuti 17 peserta. 



Terkait dengan itu, Achmad Zaini Makmun, Staf Ahli Balai Bahasa Surabaya, semakin yakin dengan hasil riset yang memprediksi bahwa bahasa Madura akan musnah pada tahun 2024. Hal itu akan ditandai dengan hilangnya apresiasi dan kepemilikan warga Madura terhadap bahasa ibunya. 



Tiga Masalah Utama 



Menurut penulis, setidaknya ada tiga masalah utama dalam proses pemudaran bahasa ibu ini. Pertama, masalah dokumentasi yang ditandai oleh tidak cukup banyaknya dokumentasi tentang bahasa Madura yang ditulis dengan rapi, baik, dan dapat diakes secara luas, baik dalam bentuk kamus maupun karya kesusastraan pada umumnya. Menurut Prof Mien, sampai saat ini berbagai karya literer Madura, seperti Trunojoyo, Joko Tole, Ke’ Lesap, dan Bindara Saud, belum tertuang dalam buku sastra yang standar. 



Andai kata sudah ada upaya dan produk yang terdokumentasi, lalu ke mana sebenarnya arah pemanfaatan khazanah bahasa Madura tersebut untuk konteks kekinian? 



Di zaman dengan kemajuan ilmu dan teknologi luar biasa seperti saat ini, terlihat jelas betapa bahasa ibu seperti bahasa Madura tak cukup kredibel berperan sebagai penyampai kemajuan-kemajuan itu. 



Sebenarnya cukup menarik untuk melihat peran pesantren tradisional (atau pesantren 'salaf') di Madura yang hingga saat ini menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa pengantar utama dalam pengajaran kitab kuning. Bagi sebagian mereka, bahasa Madura bahkan dipandang lebih lengkap dan komprehensif menggambarkan status gramatikal struktur bahasa Arab dalam kitab kuning yang diajarkan dibandingkan dengan bahasa lain. 



Akan tetapi, saat ini banyak pesantren di Madura mengalami transformasi kelembagaan (pendidikan) yang cukup menarik untuk diamati sehingga lambat laun penggunaan bahasa Madura dalam pengajaran kitab kuning atau sebagai bahasa pengantar mulai merosot. Banyak pesantren mengadopsi begitu saja sistem pendidikan nasional yang notabene tidak berbasis bahasa ibu. Kecenderungan kuat ini sungguh telah melemahkan peran pesantren dalam melestarikan bahasa Madura. 



Hal penting lain: parahnya kedudukan karya terjemahan kitab-kitab kuning ke dalam bahasa Madura yang ditulis dengan huruf Arab pegon dalam dunia percetakan. Banyak karya jenis ini yang dicetak dengan kemasan amat sederhana dan dijual dengan harga cukup murah. 



Seperti cetakan karya-karya bernilai dari Kiai Abdul Madjid Tamim (Pamekasan), Kiai Umar Faruq (Bangkalan), Kiai Muhammad Nur Muniri Isma’ili (Pamekasan), dan sebagainya. Bahkan, beberapa karya kiai ternama, Kiai Habibullah Rais (Sumenep), harus dicetak dan didistribusikan sendiri. Hal ini seperti sebuah proses pemusnahan yang berlangsung sistemik dan sistematis. 



Dalam Kesenian 



Peran penting lain pesantren dalam pelestarian bahasa Madura ada pada pengembangan sastra Madura, khususnya pada bentuk syi’ir, salah satu bentuk puisi Arab yang lazim digubah di kalangan santri atau kiai. 



D Zawawi Imron (1989: 194-198) mencatat, sebenarnya ada beberapa syi’ir Madura yang pernah diterbitkan. Namun, sayang, dokumentasi syi’ir Madura itu saat ini nyaris tak dapat ditemukan lagi, antara lain karena dokumentasi tidak dilakukan dengan cukup baik, bahkan oleh penggubahnya. 



Akhirnya, masalah ketiga bahasa Madura ada di soal kelembagaan. Siapakah secara kelembagaan yang dapat berperan aktif untuk mengupayakan pelestarian bahasa dan sastra Madura? Berbagai lembaga sosial di masyarakat, seperti digambarkan di atas, semisal pesantren atau seni tradisi, ternyata tak cukup memiliki daya tahan kuat untuk memaksimalkan pemanfaatan bahasa dan sastra Madura. 



Sementara itu, pemerintah cenderung memperlakukan kekayaan khazanah budaya lokal dalam paradigma pariwisata, yang sesungguhnya hanya selimut dari proses peminggiran. 



Kini tinggal mengharap Kongres Bahasa Madura dapat segera terlaksana. Di ajang itu berbagai persoalan dapat dibicarakan secara mendalam sehingga bahasa Madura yang digunakan oleh lebih dari 13 juta penutur itu tak tinggal hanya jadi sejarah, pengisi kertas yang kian menguning...

:: Sadari dan Renungkan ::

Awan sedikit mendung, ketika kaki kaki kecil Yani berlari-lari gembira di atas jalanan Menyeberangi kawasan lampu merah Karet. Baju merahnya yang kebesaran melambai lambai di tiup angin. Tangan kanannya memegang es krim sambil sesekali mengangkatnya ke mulutnya untuk dicicipi, sementara tangan kirinya mencengkram ikatan sabuk celana ayahnya.


Yani dan ayahnya memasuki wilayah pemakaman umum Karet, berputar sejenak kekanan dan kemudian duduk di atas seonggok nisan “Hj Rajawali binti Muhammad 19-10-1905:20-01-1965″ “Nak, ini kubur nenekmu mari kita berdo’a untuk nenekmu” Yani melihat wajah ayahnya, lalu menirukan tangan ayahnya yang mengangkat ke atas dan ikut memejamkan mata seperti ayahnya. Ia mendengarkan ayahnya berdo’a untuk neneknya…


“Ayah, nenek waktu meninggal umur 50 tahun ya yah.” Ayahnya mengangguk sembari tersenyum sembari memandang pusara Ibu-nya. “Hmm, berarti nenek sudah meninggal 36 tahun ya yah…” kata Yani berlagak sambil matanya menerawang dan jarinya berhitung. “Ya, nenekmu sudah di dalam kubur 36 tahun … “ Yani memutar kepalanya, memandang sekeliling, banyak kuburan di sana.

Di samping kuburan neneknya ada kuburan tua berlumut “Muhammad Zaini : 19-02-1882 : 30-01-1910″ “Hmm.. kalau yang itu sudah meninggal 91 tahun yang lalu ya yah” jarinya menunjuk nisan disamping kubur neneknya. Sekali lagi ayahnya mengangguk. Tangannya terangkat mengelus kepala anak satu-satunya. “Memangnya kenapa ndhuk ?” kata sang ayah menatap teduh mata anaknya. “Hmmm, ayah khan semalam bilang, bahwa kalau kita mati, lalu dikubur dan kita banyak dosanya, kita akan disiksa di neraka ” kata Yani sambil meminta persetujuan ayahnya. “Iya kan yah?” Ayahnya tersenyum,

“Lalu?”



“Iya .. kalau nenek banyak dosanya, berarti nenek sudah disiksa 36 tahun dong yah di kubur? Kalau nenek banyak pahalanya, berarti sudah 36 tahun nenek senang di kubur …. ya nggak yah?” Mata Yani berbinar karena bisa menjelaskan kepada ayahnya pendapatnya. Ayahnya tersenyum, namun sekilas

tampak keningnya berkerut, tampaknya cemas….. “Iya nak, kamu pintar,” kata ayahnya pendek.



Pulang dari Pemakaman, ayah Yani tampak gelisah di atas sajadahnya, memikirkan apa yang dikatakan anaknya … 36 tahun … hingga sekarang…kalau kiamat datang 100 tahun lagi ….136 tahun disiksa .. atau

bahagia di kubur …. Lalu ia menunduk … meneteskan air mata …



Kalau ia meninggal .. lalu banyak dosanya … lalu kiamat masih 1000 tahun lagi berarti ia akan disiksa 1000 tahun? Innalillaahi wa inna ilaihi rooji’un … air matanya semakin banyak menetes…..Sanggupkah ia selama itu disiksa? Iya kalau kiamat 1000 tahun ke depan ..kalau 2000 tahun lagi? Kalau 3000 tahun lagi? Selama itu ia akan disiksa di kubur .. lalu setelah dikubur? Bukankah akan lebih parah lagi? Tahankah? Padahal melihat adegan preman dipukuli massa ditelevisi kemarin ia sudah tak tahan?


Ya Allah …ia semakin menunduk .. tangannya terangkat keatas..bahunya naik turun tak teratur…. air matanya semakin membanjiri jenggotnya …..

Allahumma Izal Akhiro hayatina Bikhusnil khootimah berulang kali di bacanya doa itu hingga suaranya serak … dan ia berhenti sejenak ketika terdengar batuk Yani.


Dihampirinya Yani yang tertidur di atas dipan bambu… dibetulkannya selimutnya. Yani terus tertidur …tanpa tahu, betapa sang bapak sangat berterima kasih padanya karena telah menyadarkannya .. arti sebuah kehidupan… dan apa yang akan datang di depannya…

:: Bunda, Aku mau Mandi sama Bunda ::

Dewi adalah sahabat saya, ia adalah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not to be the best?,'' begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.


Ketika Kampus, mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.


Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Dewi diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.


Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah bertanya padanya, "Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya ?" Dengan sigap Dewi menjawab, "Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna". "Everything is OK !, Don’t worry Everything is under control kok !" begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.


Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.


Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd. dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. "Contohlah ayah-bundamu Bayu, kalau Bayu besar nanti jadilah seperti Bunda". Begitu selalu nenek Bayu, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.


Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Dewi kalau Bayu minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya dirumah apa bila ia merasa kesepian.


Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Dewi dan suaminya kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ''memahami'' orangtuanya.


Dengan Bangga Dewi mengatakan bahwa kamu memang anak hebat, buktinya, kata Dewi, kamu tak lagi merengek minta adik. Bayu, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Dewi pada saya , Bayu selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.


Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya," Bunda aku ingin mandi sama bunda...please...please bunda", pinta Bayu dengan mengiba-iba penuh harap.


Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Bayu, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu agar mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.


Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan. "Bunda, mandikan aku !" Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja...?" kian lama suara Bayu semakin penuh tekanan. Tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Bayu bisa ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.


Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, "Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di Ruang Emergency".


Dewi, ketika diberi tahu soal Bayu, sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Dewi langsung ngebut ke UGD. Tapi sayang... terlambat sudah...Tuhan sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya.. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut ia untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Dewi akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku.


Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Dewi dengan nada yang bergetar berkata "Ini Bunda Nak...., Hari ini Bunda mandikan Bayu ya...sayang....! akhirnya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak.." . Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.


Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil. . Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, "Inikan sudah takdir, ya kan..!" Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya dia pergi juga, iya kan?". Saya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja. Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.


Sementara di sebelah kanannya, Suaminya berdiri mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.

Sambil menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Dewi berujar, "Inilah konsekuensi sebuah pilihan!" lanjut Dewi, tetap mencoba untuk tegar dan kuat.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak lama setelah itu tanpa di duga-duga tiba-tiba saja Dewi jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara anaknya sambil berteriak-teriak histeris. "Bayu maafkan Bunda ya sayaang..!!, ampuni bundamu ya nak...? serunya berulang-ulang sambil membenturkan kepalanya ketanah, dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri tanah pusara putra tercintanya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya.


Sepanjang persahabatan kami, rasanya baru kali ini saya menyaksikan Dewi menangis dengan histeris seperti ini.


Lalu terdengar lagi Dewi berteriak-teriak histeris "Bangunlah Bayu sayaaangku....Bangun Bayu cintaku, ayo bangun nak.....?!?" pintanya berulang-ulang, "Bunda mau mandikan kamu sayang.... Tolong Beri kesempatan Bunda sekali saja Nak.... Sekali ini saja, Bayu.. anakku...?" Dewi merintih mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu ia peluki dan ciumi pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Bayu.


Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin tercium kuat manusuk hidung membuat seluruh bulu kuduk kami berdiri menyaksikan peristiwa yang menyayat hati ini...tapi apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tak berguna. Bayu tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan oleh orang tuanya karena mereka merasa bahwa banyak hal yang jauh lebih penting dari pada hanya sekedar memandikan seorang anak.


Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua para orang tua yang sering merasa hebat dan penting dengan segala kesibukannya.

Kamis, 28 April 2011

:: Tips Membuat Anda Percaya Diri (PD) ::

Merasa sulit mendapatkan kepercayaan diri. Inilah yang terkadang membuat kepribadian mereka tidak berkembang secara maksimal, dan tidak mampu bersaing dengan pria dalam kariernya.
Salah satu tanda wanita yang mempunyai kepercayaan diri rendah dan tidak bahagia, menurut penelitian di Universitas California, Amerika Serikat, yaitu mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk penampilan.


Apakah Anda ingin segera keluar dari keadaan seperti itu? 

Pertimbangkan 15 cara ini untuk membuat diri Anda tampil percaya diri.
  1. Berhentilah melihat diri Anda di setiap kaca yang Anda lewati. Cara Anda membangun kepercayaan diri adalah dengan membangunnya dari dalam diri dan tampilkan keluar. Untuk mendapatkan gambar yang bagus dari diri sendiri adalah dengan belajar melihat dari dalam bukan dari cermin.
  2. Jangan terlalu banyak meminta maaf kecuali jika Anda melakukan hal yang benar-benar fatal. Orang yang selalu minta maaf biasanya memiliki perasaan tidak aman.
  3. Buatlah keputusan dan lakukanlah. Jangan terlalu banyak menganalisis karena hanya akan membuat Anda bingung mengambil sebuah tindakan. Langkah awal biasanya adalah bagian tersulit.
  4. Bayangkan kesuksesan. Para ahli mengatakan bahwa kemampuan menggambarkan kesuksesan dalam menyelesaikan sebuah tugas dapat membantu dalam penyelesaian tugas tersebut.
  5. Tegakkan badan. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan Universitas Ohio, menegakkan badan dapat membuat Anda lebih berpikir positif tentang diri Anda sendiri.
  6. Berdandanlah. Menampilkan yang terbaik dari diri Anda dapat mengatakan banyak hal terkait perasaan Anda.
  7. Jangan bereaksi berlebihan terhadap suatu kesalahan. Belum tentu Anda dapat melakukan hal yang lebih baik dari orang lain.
  8. Asumsikan orang seperti Anda. Banyak orang mungkin melakukan hal yang sama dan hal tersebut dapat membantu Anda untuk bersosialisasi.
  9. Berbicaralah dengan orang asing kemana pun Anda pergi. Hal ini dapat membuat Anda merasa lebih baik, dan merupakan cara terbaik mengasah kemampuan bersosialisasi.
  10. Jangan pernah membandingkan diri Anda dengan orang lain. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Anda tidak perlu menjadi yang paling cantik, yang paling pintar, atau yang paling kaya. Anda hanya perlu menjadi apa adanya diri Anda.
  11. Jika seseorang memberikan pujian, terimalah dengan anggun, dan jangan pernah memberikan perdebatan atau berpura-pura berendah diri.
  12. Berpikir muda. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Purdue menemukan bahwa orang yang mampu mengendalikan sifat mudanya adalah orang yang lebih mudah mendapatkan kepercayaan diri tentang kemampuannya.
  13. Perhatikan tangan Anda. Jangan pernah menyilangkan tangan Anda di depan dada Anda karena orang lain akan menganggap Anda adalah orang yang tertutup dan tidak dapat diajak bersosialisasi.
  14. Bersyukurlah. Ingatkan diri Anda apa yang penting, hargai apa yang Anda miliki, dan jangan lupa untuk berterima kasih kepada orang lain.
  15. Gunakan kontak mata setiap kali Anda berbicara dengan orang lain. Hal ini adalah kebiasaan orang-orang yang percaya diri.

:: Aryo Menak ::

Dikisahkan pada jaman Aryo Menak hidup, pulau Madura masih sangat subur. Hutannya sangat lebat. Di sana-sini terhampar ladang-ladang padi yang menguning.


Aryo Menak adalah seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan. Pada suatu bulan purnama, ketika dia beristirahat di bawah pohon di dekat sebuah danau, dilihatnya cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu. Perlahan-lahan ia mendekati sumber cahaya tadi. Alangkah terkejutnya, ketika dilihatnya tujuh orang bidadari sedang mandi dan bersenda gurau di sana.


Ia sangat terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul keinginannya untuk memiliki seorang diantara mereka. Ia pun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya diambil sebuah selendang dari bidadari-bidadari itu.


Tak lama kemudian, para bidadari itu selesai mandi dan bergegas mengambil pakaiannya masing-masing. Merekapun terbang ke istananya di sorga kecuali yang termuda. Bidadari itu tidak dapat terbang tanpa selendangnya. Ia pun sedih dan menangis.


Aryo Menak kemudian mendekatinya. Ia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. Ditanyakannya apa yang terjadi pada bidadari itu. Lalu ia mengatakan: "Ini mungkin sudah kehendak para dewa agar bidadari berdiam di bumi untuk sementara waktu. Janganlah bersedih. Saya berjanji akan menemani dan menghiburmu."


Bidadari itu rupanya percaya dengan omongan Arya Menak. Ia pun tidak menolak ketika Arya Menak menawarkan padanya untuk tinggal di rumah Arya Menak. Selanjutnya Arya Menak melamarnya. Bidadari itupun menerimanya.

Dikisahkan, bahwa bidadari itu masih memiliki kekuatan gaib. Ia dapat memasak sepanci nasi hanya dari sebutir beras. Syaratnya adalah Arya Menak tidak boleh menyaksikannya.


Pada suatu hari, Arya Menak menjadi penasaran. Beras di lumbungnya tidak pernah berkurang meskipun bidadari memasaknya setiap hari. Ketika isterinya tidak ada di rumah, ia mengendap ke dapur dan membuka panci tempat isterinya memasak nasi. Tindakan ini membuat kekuatan gaib isterinya sirna.


Bidadari sangat terkejut mengetahui apa yang terjadi. Mulai saat itu, ia harus memasak beras dari lumbungnya Arya Menak. Lama kelamaan beras itupun makin berkurang. Pada suatu hari, dasar lumbungnya sudah kelihatan. Alangkah terkejutnya bidadari itu ketika dilihatnya tersembul selendangnya yang hilang. Begitu melihat selendang tersebut, timbul keinginannya untuk pulang ke sorga. Pada suatu malam, ia mengenakan kembali semua pakaian sorganya. Tubuhnya menjadi ringan, ia pun dapat terbang ke istananya.


Arya Menak menjadi sangat sedih. Karena keingintahuannya, bidadari meninggalkannya. Sejak saat itu ia dan anak keturunannya berpantang untuk memakan nasi.***

Cerita ini sama dengan cerita Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari

:: Kisah Ibu dan Anak ::

SUATU hari, saya tertegun membaca sebuah tulisan yang tertempel di dinding informasi majalah gontor. Sebuah kisah ibu dan anaknya, yang entah siapa dan dari mana asal tulisan tersebut, tapi isi tulisannya tersirat makna yang mampu membuat hati siapa saja yang membacanya sangat tersentuh.


Dikisahkan, seorang ibu meminta tolong anaknya untuk membantunya mengerjakan beberapa pekerjaan rumah. Kebetulan hari itu, ia harus menghadiri acara keluarga. Maka diambil secarik kertas, ditulisnya apa yang harus dikerjakan si anak, dan kemudian ditempel di pintu lemari es, agar pesan yang disampaikannya terbaca oleh si anak.


Menjelang sore si ibu hadir kembali di rumah, kemudian ia membaca secarik kertas yang tertempel di dinding lemari es, nampak tulisan si anak yang tersusun rapi.


1. Cuci Piring: Rp. 10.000,-

2. Ngepel: Rp. 20.000,-
3. Cuci Baju: Rp. 45.000,-
4. Seterika: Rp. 30.000,-
5. Masak Nasi: Rp. 15.000,-
6. Siram Tanaman: Rp. 20.000,-

Raut wajah si ibu nampak biasa saja setelah membaca tulisan sang anak, sangat tenang. Kemudian ia kembali mengambil kertas kosong, menulis dan menempel kembali di pintu lemari es.



Sejurus kemudian sang anak terbangun dari tidurnya, dengan santai ia menuju lemari es karena nampak haus sekali. Ia lihat ada secarik kertas dan kemudian membacanya.

1. Mengandung Kamu 9 Bulan: Rp. 0,-
2. Menyusui Kamu Selama 2 Tahun: Rp. 0,-
3. Menunggui Kamu Siang-malam Saat Bayi: Rp. 0,-
4. Membawa Kamu ke Dokter Ketika Sakit: Rp. 0,-
5. Menyekolahkan Kamu: Rp. 0,-



Setelah membacanya, nampak sang anak termenung dan butir-butir air matanya mulai mengalir membasahi pipi, sebuah penyesalan yang sangat dalam. Tanpa tunggu waktu, ia bergegas mencari ibunya, bersimpuh di kakinya sambil mencium dan meminta maaf.

Dengan penuh kasih sayang, si ibu meraih tangan si anak, mengangkatnya serta memeluknya, sambil membisikkan kata "Ibu selalu memaafkanmu sampai kapanpun, karena kamu adalah mutiara bagi ibu". Dipandangi wajah anaknya dengan senyum, lalu ia berkata "sekarang bergegaslah kamu berwudhu, sebentar lagi maghrib datang, kita sholat bersama memohon kepada Allah agar senantiasa diberikan kekuatan, kesabaran, kesehatan serta ridho-Nya". Amin.



Renungkan ^_^

Senin, 18 April 2011

:: Derita & Senyum ::

Dua orang sahabat bertemu setelah sekian lamanya.


Yang satu tampak menderita, sedangkan yang satu selalu tersenyum. Kita sebut dia Derita dan Senyum. Ketika Senyum menanyakan kabarnya, Derita menggunakan kesempatan itu untuk curhat padanya.


"Teman, aku sedih sekali, hidupku hancur, aku tak jadi menikah karena pasanganku meninggalkan aku disaat hari pernikahan kami hanya tinggal seminggu lagi."


"Kalau begitu kau lebih beruntung kawan, karena kau hanya gagal menikah, sedangkan aku...pernikahanku gagal, kami berpisah 10 tahun kemudian dari hari dimana kami mengucap janji setia sehidup semati," jawab Senyum.


Derita tersentak mendengarnya, tapi rupanya dia masih punya cerita yang lain lagi.


"Tapi teman, bukan itu saja, aku sekarang punya hutang ratusan juta rupiah, dan aku tak tahu bagaimana melunasinya."


"Kalau begitu kau lebih beruntung kawan, karena hutangku milyaran rupiah, aku juga tak tahu cara melunasinya, tapi TUHAN TAHU. Aku hanya perlu mengikuti petunjuk-Nya," jawab Senyum tetap dengan senyumnya yang lebar.


Derita kembali tersentak, tapi kemudian dia bercerita yang lain lagi.


"Tapi teman, sekarang aku jadi gampang sakit-sakitan, aku stress berat, makan tak enak, tidur pun tak nyenyak!"


"Kalau begitu kau lebih beruntung karena baru gampang sakit-sakitan.


Sedangkan aku...aku sudah lama sakit kawan. Dokter mengatakan aku hanya tinggal menunggu waktu, karena penyakitku sudah tak bisa disembuhkan. Dan sekarang aku sudah tak lagi bisa makan yang enak-enak yang dulu jadi favoritku. Kau masih beruntung kawan, tidurmu tak nyenyak tapi kau masih bisa terbangun. Sedangkan aku, sewaktu-waktu aku tak akan bisa terbangun lagi dari tidurku," jawab Senyum masih dengan senyumnya yang tulus dan tak dibuat-buat.


Mendengar itu, pucatlah wajah Derita. Ternyata masalahnya jauh tak ada apa-apanya dibandingkan Senyum.


"Tapi teman, kenapa kau bisa tetap tersenyum disaat hidupmu jauh lebih parah daripada aku?" tanya Derita penasaran.


"Karena kalau aku tidak memilih untuk bahagia sekarang juga, lalu kapan aku akan bahagia? Waktuku tinggal sedikit, jadi kenapa harus aku habiskan dalam penyesalan dan keputusasaan?"


Luluhlah hati Derita. Ternyata dia jauh lebih beruntung dibandingkan senyum. Dan dia pun menyadari ternyata selama ini dia mengejar kebahagiaan bersyarat, alias kebahagiaan yang ditentukan oleh faktor dari luar diri.


***


Sahabat, cerita seperti ini rasanya sudah umum terjadi pada banyak orang.


Merasa paling menderita dan mengejar kebahagiaan yang bersyarat. Tetapi ketika bertemu dengan orang yang lebih menderita, barulah terbuka kesadaran bahwa kita lebih beruntung, bahkan jauh lebih beruntung.


Dan tak jarang pula kita temui bahwa mereka yang secara keseluruhan seharusnya jauh lebih menderita dari kita, ternyata tetap tenang-tenang saja, seolah tak terjadi apa-apa. Ya, karena mereka memilih untuk tetap bahagia, karena putus asa pun tak akan menghasilkan apa-apa. Daripada menyerah karena gagal, mereka memilih untuk gagal menyerah.


Waktu kita terbatas, kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil pulang kepada-Nya. Jika kita habiskan waktu dengan rasa menderita, lalu kapan kita akan merasakan nikmatnya hidup? Bahagia adalah pekerjaan dari dalam diri, dan cara terbaik untuk menemukannya adalah dengan mensyukuri titik saat ini, untuk semua yang telah kita miliki dan kita nikmati.


Semoga kita senantiasa mendapatkan kesadaran bahwa kita adalah orang yang selalu beruntung, dan bisa tetap tenang serta mampu bersyukur dalam keadaan sesulit apapun, karena meski tak seorangpun lagi yang bersedia menemani kita, Tuhan selalu ada untuk kita.


Salam..

:: Surat Seorang Ibu Untuk Anaknya" (Renungkan) ::

Bagaimana kabarmu, apakah kamu baik-baik saja? Di rumah, ibumu juga sehat. Sekarang ini aku sedang memandangi cermin dan fotomu. Tiba-tiba aku menjadi sadar bahwa aku sudah mulai tua. Kerut merut di wajahku sudah semakin banyak dan aku tidak cekatan lagi seperti dulu. Aku sering iri padamu yang selalu ceria, riang, aktif dan penuh dinamika. Akupun pernah mengalami seperti itu dulu.


Anakku,


ketika menikah dengan ayahmu, aku tidak pernah membayangkan akan mempunyai anak seperti kamu. Sungguh, aku bangga padamu. Setelah engkau besar kini, aku baru sadar betapa kecilnya aku ini, betapa tidak berartinya aku. Engkau lahir dan tumbuh semata-mata karena mukjizat dan rahmat Tuhan belaka.


Tak kuingkari memang akulah yang mengandungmu selama sembilan bulan. Saat itu aku selalu gelisah menanti kelahiranmu. Aku selalu menjaga diriku agar bayi di perutku, yaitu kamu, sehat. Dengan susah payah dan sakit kulahirkan engkau. Aku termasuk beruntung karena tidak harus meninggal untuk melahirkanmu. Aku sampai menitikkan air mata bahagia saat mendengar tangis pertamamu yang lucu.


Engkau ini darah dan dagingku sendiri; engkau tumbuh dari bagian tubuhku namun engkau lahir keluar sebagai manusia yang baru sama sekali. Dalam beberapa hal kamu memang mirip aku tetapi selebihnya engkau sungguh baru.


Sejak kecil kurawat engkau dengan sangat hati-hati dan penuh kasih; engkau lebih kuperhatikan dari pada apapun yang pernah kumiliki. Kusuapi dan kususui engkau dengan air yang mengalir dari dadaku sendiri. Bila engkau menangis kugendong dan kuhibur. Kuberi engkau pakaian dan sepatu dan topi yang cocok untukmu. Tak lupa kubelikan juga mainan yang kau gemari; mobil-mobilan atau boneka-boneka yang lucu. Engkau masih ingat masa kecilmu, kan?


Setiap pagi dan sore kumandikan engkau. Bila kau ngompol atau e’ek di celana atau di popok, dengan sabar kubersihkan dan kuganti dengan yang baru.


Paling sedihlah aku, bila kamu sakit. Memang engkau waktu itu hanya makhluk kecil yang tidak berdaya, yang bisa saja kubuang ke kotak sampah atau ke selokan kalau aku mau. Tapi aku cinta padamu, engkau bagian dari hidupku sendiri. Maka kurawat engkau sungguh-sungguh, kubawa engkau ke dokter, kuusahakan agar kau mendapat vaksinasi dan makanan bergizi.


Anakku,


pada waktu masih kecil dulu, kamu sering rewel, ngambeg bila tidak diberi uang jajan, atau sulit bila disuruh mandi. Kau ingat betapa manjanya kamu. Setiap kali kau lari ke pangkuanku bila engkau bertengkar dengan kakakmu, bila dimarahi ayah, atau bila dinakali teman-temanmu. Aku menjadi saksi untuk masa kecilmu yang manja, sehingga aku tak sempat lagi mengurus diri atau pergi sesuka hati.


Kini engkau sudah dewasa,


aku bangga padamu, engkau harapanku. Namun aku sering sedih melihat kelakuanmu; kala engkau bermalas-malasan untuk bangun, kala bermain seharian tak tahu waktu. Hampir-hampir aku menangis bila kuingat betapa sulitnya menyuruhmu belajar, mengerjakan PR, atau mengingatkanmu untuk tidak membolos. Sepertinya kau tidak tahu bahwa ini semua demi kamu sendiri. Sungguh aku tidak bermaksud mau menyengsarakanmu dengan aturan-aturanku. Aku ingin engkau bahagia, bisa hidup pantas di tengah-tengah dunia yang penuh dengan persaingan ini. Kamu harus pandai supaya tidak mati tertelan jamanmu nanti.


Anakku,


betapa sedihnya aku, ketika aku kau tuduh orang tua kolot, orang tua yang tidak mengikuti jaman, atau orang tua kampungan. Aku ingin dipahami bahwa kalau kusuruh kau bergaul tidak sembarangan, berpakaian yang pantas dan mau menghargai orang lain, adalah sungguh-sungguh supaya kamu menjadi manusia yang bermoral, bukan begajulan yang menghancurkan hidupnya dengan mau hidup sebebas-bebasnya.


Kau lihat betapa banyak teman sebayamu yang sudah harus berhenti sekolah untuk mengasuh anak, betapa banyak teman seusiamu jatuh pada obat bius dan pornografi. Anakku, aku tahu engkaupun tidak ingin menjadi seperti itu.


Sungguh kalau aku keras dalam hal ini karena aku tahu betapa halusnya bujukan setan dan betapa beratnya hidup yang tidak tegas terhadap yang jahat. Aku ingin kau pun memahami itu. Hatiku akan hancur bila sikapmu selalu melawan aku, bila kau selalu menganggap dirimu benar sendiri.


Setiap malam aku berdoa untukmu, tak sekejap pun engkau hilang dari hidupku. Bila aku sedang memasak di dapur, yang kubayangkan adalah kepuasan makanmu dan juga kesehatan tubuhmu. Bila aku ikut membantu bekerja, yang kuinginkan engkau tidak terhambat karena biaya. Bila kubenahi kamarmu yang selalu berantakan yang kuinginkan agar kau krasan di rumah. Bila kubelikan kau baju-baju yang modis, aku ingin kau tidak malu pada teman-temanmu. Dan bila aku merawat kesehatan tubuhku sendiri, aku hanya ingin agar aku dapat lebih lama lagi mendampingi dan menyerahkan hidup kepadamu.


Sekarang ini kamu sudah dewasa, banyak hal sudah dapat kau lakukan sendiri. Lambat laun akan terasa bahwa hidupmu memang menjadi tanggung jawabmu sendiri; tidak ada seorangpun yang dapat menggantikannya termasuk ibumu ini. Mohon jangan kecewakan aku dengan sikap keras kepalamu yang kekanak-kanakkan itu. Aku tidak cemburu kalau kamu sekarang sudah melebihi aku dalam segalanya. Aku malah bangga karena Tuhan sudah berkenan membiarkan aku ikut menyaksikan pembentukkan hidupmu. Seperti sebatang lilin, hidupku sudah meleleh habis… dan sebentar lagi pasti akan padam… untuk menerangi hidupmu, anakku. Kini engkau sendiri sudah mulai menyala, lebih terang dari yang kupunya.


Anakku,

kalau engkau memang sulit menerima aku yang sering rewel, kolot atau lamban ini, aku mohon paling tidak kamu mau menghormati ayahmu. Sepanjang hari setiap hari selama bertahun-tahun dia bekerja keras untukmu, hingga tubuhnya lemah, hingga kulitnya kerut merut tertimpa banyak penderitaan. Cintanya padamu membuatnya tidak malu untuk bekerja di tempat-tempat yang kotor, membuatnya tahan duduk berjam-jam menangani tugas-tugas yang membosankan, dan membuatnya setia menjagai kita semua.

Dia juga hanya ingin agar kita ini berbahagia. Anakku, jangan sia-siakan cintanya. Jarang sekali dia mengeluh kala menghadapi beratnya beban kehidupan, tugas-tugas berat dan tuntutan anak-anaknya. Di hadapan kita, dia selalu tersenyum dan tertawa gembira. Kadang-kadang aku merasa kasihan kepadanya kalau dia tidak bisa pulang seharian, kalau tubuhnya yang sudah kecapaian itu harus dipaksa untuk bekerja lagi. Saya sendiri sering merasa bersalah karena rasanya hanya memperlakukan ayah seperti kuda beban atau sapi perahan. Kita bisa beli ini itu, bisa pergi ke sana kemari atau bermain-main dengan santai di rumah, sementara itu dia hanya puas dengan secangkir kopi dan baju yang itu itu saja, dia juga tidak mempunyai banyak waktu untuk bersantai-santai seperti kita. Sungguh anakku, aku mohon hormatilah ayahmu.

Akhirnya,


sebagai orang tuamu aku minta maaf kalau selama ini aku kadang-kadang egois, menuntut terlalu berlebihan, kolot dan keras terhadapmu. Maafkan aku bila aku kurang mengerti kebutuhan-kebutuhan dan dunia mudamu. Kadang aku masih menganggapmu seperti anak-anak yang harus kuatur segalanya agar tidak keliru. Maafkan aku anakku, yang membuat banyak kesalahan atau malah menyengsarakanmu, yang tidak dapat mencintai dengan cara yang cocok dengan keinginanmu. Kata maaf darimu adalah hadiah yang paling kutunggu.


Anakku,


aku sudah kangen kamu. Ingin rasanya kubisikkan aku sayang kamu. Hanya peluk ciumku untukmu.

IBU-MU

Dikutip dari Ruang Hati karya"Karyanto Boris"

:: MADURA AKULAH DARAHMU (D. Zawawi Imrom) ::

MADURA AKULAH DARAHMU
(D. Zawawi Imrom)

di atasmu, bongkahan batu yang bisu
tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa
biar berguling diatas duri hati tak kan luka
meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
dari aku
anak sulung yang sekaligus anak bungsumu
kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah
bahwa aku sapi karapan
yang lahir dari senyum dan airmatamu

seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah,
sebasah madu hinggaplah
menanggung biru langit moyangku, menanggung karat
emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua

di sini
perkenankan aku berseru:
-madura, engkaulah tangisku

bila musim labuh hujan tak turun
kubasahi kau dengan denyutku
bila dadamu kerontang
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam
kunyalakan otakku
lantaran aku adalah sapi karapan
yang menetas dari senyum dan airmatamu

aku lari mengejar ombak aku terbang memeluk bulan
dan memetik bintang-gemintang
di ranting-ranting roh nenekmoyangku
di ubun langit kuucapkan sumpah
-madura, akulah darahmu.

Selasa, 12 April 2011

:: Dosa - Dosa KeciL ::

Dua orang pendosa mengunjungi seorang saleh dan meminta nasihatnya. "Kami telah melakukan kesalahan", kata mereka, "dan suara hati kami terganggu. Apa yang harus kami lakukan agar diampuni?"
"Katakanlah kepadaku, perbuatan-perbuatan salah mana yang telah kamu lakukan, anak-anakku", kata orang tua itu.
Pria pertama berkata,"Saya melakukan suatu dosa berat dan mematikan."
Pria kedua berkata,"Saya telah melakukan beberapa dosa ringan, yang tidak perlu dicemaskan".
"Baik", kata orang tua saleh itu. "Pergilah dan bawalah kepadaku sebuah batu untuk sebuah dosa."
Pria pertama kembali dengan memikul sebuah batu yang amat besar. Pria kedua dengan senang membawa satu tas berisi batu-batu kecil.
"Sekarang", kata orang tua itu, "pergilah dan kembalikan semuanya ke tempat di mana kamu telah menemukannya."
Pria pertama mengangkat batu itu dan memikulnya kembali ke tempat di mana ia telah mengambilnya. Pria kedua tidak dapat mengingat lagi tempat dari setengah jumlah batu yang diambilnya, maka ia menyerah saja dan membiarkan batu-batu itu di dalam tasnya. Katanya, pekerjaan ini terlalu sulit.
"Dosa itu seperti batu-batu itu", kata orang tua itu. "Jika seseorang melakukan suatu dosa berat, hal itu seperti sebuah batu besar dalam suara hatinya. Tetapi dengan penyesalan yang sejati kesalahan itu akan diampuni seluruhnya. Tetapi pria yang terus menerus melakukan dosa-dosa ringan dan ia tahu hal itu salah, akan semakin membekukan suara hatinya dan ia tidak menyesalinya sedikit pun. Maka ia tetap sebagai seorang pendosa.
"Maka ketahuilah anak-anakku", saran orang saleh itu,"adalah sama pentingnya untuk menolak dosa-dosa ringan seperti menolak dosa-dosa berat."

:: Kisah Sepotong Kue ::

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam.
Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. 
Untuk membuang waktu,ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara, lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita itu membaca buku yang baru saja dibelinya. Dalam keasyikannya , ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu.

Wanita itupun sempat berpikir: "Kalau aku bukan 

orang baik sudah kutonjok dia!“.

Setiap ia mengambil satu kue, Si lelaki juga
mengambil satu. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa
yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua.
Si lelaki menawarkan separo miliknya sementara ia makan yang separonya lagi. Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir : “Ya ampun orang ini berani sekali, dan ia juga kasar malah ia tidak kelihatan berterima kasih”.
Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan.

Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. 

Menolak untuk menoleh pada si "Pencuri tak tahu terima kasih". Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan nafas dengan kaget. 

Disitu ada kantong kuenya, di depan matanya !!!
Koq milikku ada disini erangnya dengan patah hati. 
Jadi kue tadi adalah milik lelaki itu dan ia mencoba berbagi. Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu
terima kasih.
Dan dialah pencuri kue itu !

Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi. 

Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya. Orang lainlah yang selalu salah

Orang lainlah yang patut disingkirkan
Orang lainlah yang tak tahu diri
Orang lainlah yang berdosa
Orang lainlah yang selalu bikin masalah
Orang lainlah yang pantas diberi pelajaran Padahal 
Kita sendiri yang mencuri kue tadi
Kita sendiri yang tidak tahu terima kasih.

Kita sering mempengaruhi, mengomentari , mencemooh pendapat, penilaian atau gagasan orang lain .

Sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.

Semoga ada Hikmah...

:: Nyanyian Sahabat ::

Persahabatan adalah hidup
ia mengalir di darahku
bergetar di nadiku
berirama dengan tiap detak jantung


persahabatan adalah kokoh

setegar batu karang
seperti tembok cina
meski raga tumbang
ia akan selalu tegak dalam dada yang memendam langit



nyanyian ini untukmu kawan

untuk setiap gelas yang tak sempat kau teguk

untuk kebahagiaan yang belum lama kau rasakan
dari luka yang panjang



nyanyian ini untukmu kawan

untuk setiap langkah yang kau jejakkan

pada jalan-jalan takdir yang menggurat di telapak kaki
untuk kebersamaan kita di detik terakhir
dan untuk semua kebisingan ini



persahabatan adalah nyanyian

ia mengaun dalam setiap desah nafasku

Senin, 11 April 2011

:: Syair Pemanggil Angin (Set-seset Maloko') ::

Set-seset maloko’
Iya tompe, iya bu’bu’
Tompena bagi ka mama’na
Bu’ bu’na bagi ka embu’na

Terjemahan:

capung-capung kecil 
ini kulit (dedak kasar/luar) jagung, ini dedak jagung 
kulit (dedak kasar) untuk sang bapak 
dedak jagung untuk sang ibu

Seset (Capung) adalah sejenis serangga yang banyak diketemukan pada pergantian musim hujan ke musim kemarau. Pada pergantian musim inilah Capung-capung mulai mengepakkan sayapnya, membelah angkasa. Nyanyian yang hanya terdiri dari empat bait ini biasanya dinyanyikan oleh seorang ibu sambil menggendong anaknya ketika sedang menyuapi makanan pada sang anak. 

Set-seset maloko’ biasanya juga dilantunkan oleh anak-anak ketika menjelang musim hujan, kalangan anak-anak memanfaatkan untuk bermain layang-layang. Bermain layang-layang juga dibutuhkan angin yang cukup untuk menggerakkan dan menerbangkan layang-layangnya. Nah, pada saat ketika angin belum juga bertiup, anak-anak melantunkan syair set-seset maloko’ dengan irama memanggil angin sampai angin datang.

Set-seset maloko’, adalah rangkaian kalimat yang sangat sederhana, namun apabila dikaji lebih jauh lagi maka setiap baris dalam kalimat tersebut mempunyai nilai filosofis yang sangat mendalam. Secara umum bait-bait ini memberikan nuansa umum tentang perbuatan baik dan menyenangkan kepada siapapun. Namun secara khusus, baris ketiga dan keempat memberi penekanan tentang keutamaan makhluk ciptaan-Nya, yaitu keutamaan seorang ibu.

Ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah nabi besar Muhammad SAW, siapakah orang pertama yang wajib dihormati dan diutamakan, Rasulullah menjawab ibu, pertanyaan tersebut dilontarkan sampai tiga kali, dan Rasulullah tetap menjawab ibu, baru keempat kali Rasulullah menjawab bapak. Ruh dari sabda nabi besar Muhammad SAW tersebut telah menjadi darah yang mengalir dalam setiap nadi dan menjadi kultur suku bangsa Madura yang menempatkan sosok ibu menduduki tempat yang sangat istimewa dan utama. Tidaklah mengherankan apabila penulis syair ini memberikan sesuatu yang sangat istimewa bagi sang ibu, “bu’bu’na bagi ka embu’na”.

Baris keempat, “bu’bu’na bagi ka embu’na”, kalimat ini sejalan dengan kebutuhan ibu dalam pemenuhan gizi.. Bu’ bu’ (dedak jagung ) adalah bahan makanan mengandung nutrisi gizi yang sangat tinggi. Mengapa bu’ bu’ (dedak jagung) ini diberikan kepada ibu ? Bukan kepada Bapak ? Mengapa sang bapak cuma di beri tompe (kulit luar/dedak kasar) ? Pertanyaan ini tentunya sesuai dengan kebutuhan ibu sebagai pendonor pertama kebutuhan nutrisi gizi bagi putra-putrinya.. Dedak jagung adalah bahan makanan yang halus dan enak, banyak mengandung gizi yang tentunya sangat berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama untuk ibu hamil dan menyusui. Mengapa bu’bu’, bukan makanan lain seperti beras ? Karena ketika penulis syair ini hidup pada masa itu, jagung merupakan makanan pokok suku Madura.

Namun esensi dari baris keempat pada puisi lisan tersebut, bahwa manusia Madura memberikan penghormatan yang sangat tinggi kepada sosok Ibu. Tentunya ini merupakan ruh dari kultur budaya Madura yang relegius.

Kamis, 07 April 2011

:: Wisata ke Madura? Kenapa Enggak! ::


Pantai Slopeng
Pantai Lombang

Pulau Madura tidak cuma ada sate atau carok. Sejumlah obyek wisata menarik juga ada di sana. Selama ini, keberadaan tempat-tempat itu jarang dilirik wisatawan.

Beda dulu beda sekarang. Setelah jembatan Suramadu membentang menghubungkan Madura dan Pulau Jawa objek wisata di sana mulai dilirik orang. Hanya saja, Madura membutuhkan investor untuk menata semua potensi pariwisata di pulau itu.

"Sejauh ini, ada tiga objek wisata yang bisa digarap oleh investor," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, Djoni Irianto, di kantornya, Kamis (20/8).

Menurut dia, sejumlah objek wisata yang cukup potensial itu di antaranya Pantai Lombang di Sumenep dan peninggalan gedung bersejarah "herritage" masa kolonial Belanda di Kalianget. Ada pula gedung bekas perusahaan garam dan Makam Batu Ampar di Pamekasan. "Seluruhnya bisa dijadikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal hingga mancanegara," ujarnya.

Ia merinci, estimasi besaran investasi yang diperlukan untuk Pantai Lombang senilai Rp 3,5 miliar. Alokasi modal miliaran rupiah itu bisa digunakan untuk pembangunan infrastuktur.

"Sementara itu, objek wisata peninggalan gedung bersejarah masa penjajahan Belanda membutuhkan sekitar Rp 2 miliar. Rencananya, dana itu dialokasikan dengan memfasilitasi perjalanan wisata dari gedung bersejarah yang satu ke lainnya," katanya.

Untuk Makam Batu Ampar, sebut dia, dalam waktu dekat pihaknya akan memperbaiki infrastruktur di sana, misalnya berupa penataan paving, renovasi toilet, tempat parkir, gasebo, dan pagar. Total investasinya diperkirakan mencapai Rp500 juta.

"Khusus Makam Batu Ampar, permodalan objek wisata itu diserahkan kepada pemerintah, sedangkan Pantai Lombang dan gedung bersejarah akan ditawarkan ke sejumlah investor," katanya.

Sebelum beberapa investor masuk ke Madura pasca operasional Jembatan Suramadu sepanjang 5.438 meter, ia menyarankan, agar sepanjang jalur antara Suramadu dan Sumenep bisa didirikan objek wisata kuliner yang lebih memadai, daripada kondisi warung makanan minuman saat ini.

"Keberadaan wisata kuliner, dapat dijadikan lokasi peristirahatan sementara bagi wisatawan yang ingin menikmati perjalanan jauh, sembari mengonsumsi makanan dan minuman tertentu," katanya.

Meski investor belum datang, eksotisme pulau itu rasanya layak disambangi. Aneka budaya dan tradisi suku Madura adalah mutiara terpendam yang belum banyak dieksplorasi.

Rabu, 06 April 2011

:: Menghidupkan Kembali Gagasan Wisata Kota Tua Kalianget ::


Gagasan wisata kota tua Kalianget yang digagas dinas Pariwisata Sumenep tahun 2009 lalu memang menarik. Gagasan wisata ini menambah jumlah konsep wisata sebelumnya di Sumenep yaitu wisata ziarah, wisata sejarah dan wisata alam. Selama ini Sumenep memang kental dengan wisata ziarah seperti masjid Jami’, makam Asta Tinggi dan makam sejumlah wali di beberapa tempat di Kabupaten Sumenep. Wisata alam pantai Lombang dan Slopeng juga menambah eksotika wisata Sumenep. Lainnya adalah wisata sejarah berupa keraton dan museum Sumenep. Sayang, gagasan wisata kota tua Kalianget makin redup dan tidak bergairah di masyarakat.

Gagasan wisata kota tua menjadi kelengkapan sendiri terhadap wisata sejarah, ziarah dan alam yang selama ini sudah berjalan. Gagasan wisata kota tua, paling tidak menggambarkan betapa luas eksotika Sumenep kontemporer yang berasal dari warisan masa lalu. Gagasan wisata kota tua pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan situs-situs kuno warisan Belanda yaitu kawasan pabrik garam dan sekitarnya serta pelabuhan lama Kalianget. Wisata kota tua Klaianget dari sisi pariwisata memiliki dua daya tawar sekaligus. Pertama, daya tawar kepada turis asing yang menggemari situs-situs kuno bernuansa nostalgia Kolonialisme. Selama ini, memang terdapat kelompok turis Belanda yang menyukai situs klasik warisan leluhurnya masa kolonial dulu seperti misalnya wisata lokomotif kuno Ambarawa yang masih eksis sampai saat ini. Wisata kota tua dapat ditawarkan pada turis kelompok ini. Adapun daya tawar kedua adalah bahwa kota tua dilewati rute wisata ziarah menuju Asta Sayyid Yusuf di pulau Poteran. Konsep wisata kota tua dapat dipadukan dengan konsep wisata ziarah.
Namun, kendala pertama gagasan wisata kota tua Kalianget adalah tidak terintegrasikannya komunitas- komunitas pendukung yang biasanya layak disebut sebagai penghuni kota tua seperti keturunan Arab dan Cina bahkan komunitas Madura sendiri dalam konsep wisata kota tua. Berbeda dengan komunitas Arab dan Cina di Surabaya, kedua komunitas eksotik ini tak begitu menonjol sisi pariwisatanya di Sumenep. Sulitnya integrasi komunitas Arab dan Cina ini bukan saja karena Pecinan dan kampung Arab terletak sepuluh kilometer dari Kalianget atau berada di pusat kota Sumenep, namun juga bahwa kedua komunitas ini cenderung tidak memiliki daya tarik sebagai komunitas wisata. Wilayah Pecinan dan kampung Arab secara substantif tak lagi memiliki eksotisme. Pecinan masa kini lebih mirip kompleks pertokoan yang terjepit dalam kepungan rumah penduduk di pusat kota tanpa tradisi khas Cina yang menonjol. Sementara kampung Arabpun juga lebih mirip perkampungan modern dengan tradisi dan kesenian biasa. Musik gambus, hadrah dan sebagainya sebenarnya adalah hal biasa yang bisa dijumpai dimana saja. Adapun komunitas Madura yang berdomisili di sekitar kawasan kota tua sendiri adalah komunitas Madura modern yang mungkin tak begitu apresiatif terhadap tradisinya. Selain deretan rumah kuno yang dapat ditemui disekitar kawasan kota tua, secara kultural komunitas Madura Kalianget adalah komunitas modern. Tradisi dan kesenian klasik memang ada namun wujud dan geraknya insidental semata.
Karenanya, Dinas Pariwisata dapat menciptakan sebuah perkampungan wisata di dalam kompleks kota tua agar daya tarik bangunan lama dalam kota tua seperti pabrik garam dan segala isinya lebih hidup dan tidak menggambarkan obyek kolonialisme semata. Berbagai kesenian dan tradisi Madura, Cina dan Arab dapat ditampilkan apalagi luas kawasan tersebut hampir 12 hektar. Pemerintah juga dapat mengfungsikan kembali kereta api kuno jenis lori untuk menambah eksotisme klasik yang ingin disampaikan. Letak pabrik garam warisan Belandapun juga menghadap selat Madura. Ini merupakan nilai tambah natural bagi kawasan kota tua. Letak yang hanya sekitar tiga ratus meter dari laut menjadikan keindahan pantai selat Madura merupakan keindahan tersendiri yang menambah bobot keindahan kota tua. Pemerintah dapat menggabungkan keindahan laut ini dengan mengelola kemudian mengkombinasikan secara signifikan guna menambah daya tarik wisata kota tua.
Pemerintahpun wajib merevitalisasi situs lama yang terserak antara kota Sumenep dengan kota Kalianget seperti Benteng Kalimo’ok. Ironis, benteng kuno buatan Belanda tahun 1795 tersebut justru terbengkalai dan sekarang menjadi rumah karantina hewan. Padahal, benteng tersebut merupakan saksi bisu perjalanan kolonialisme di Sumenep. Benteng Kalimo’ok seharusnya diintegrasikan kedalam kawasan kota tua mengingat umurnya yang lebih tua dari situs-situs di kawasan kota tua. Lokasinyapun terletak di tengah perjalanan antara kota Sumenep dengan kota Kalianget.
Konsep wisata kota tuapun akan lebih berdaya guna jika dikombinasikan dengan konsep wisata lainnya terutama wisata ziarah dan wisata sejarah. Apalagi, kuantitas wisatawan lokal lebih banyak daripada wisatawan mancanegara. Meskipun merupakan warisan Belanda, kawasan kota tua dalam waktu dekat masih akan sulit menjaring turis asing. Kombinasi dengan wisata ziarah-sejarah adalah paling tepat, karena paket wisata ziarah-sejarah yang sering dijalankan para wisatawan domestik biasanya dimulai dari makam Asta Tinggi, masjid Jami’, Keraton Sumenep, museum kemudian Asta Sayyid Yusuf di Pulau Poteran. Ketika menyeberang ke pulau Poteran, wisatawan pasti akan melewati dua situs kota tua yaitu pabrik garam dan pelabuhan lama Kalianget. Pemerintah dapat mengintegrasikan wisata kota tua dalam paket wisata ini.