Senin, 18 April 2011

:: Derita & Senyum ::

Dua orang sahabat bertemu setelah sekian lamanya.


Yang satu tampak menderita, sedangkan yang satu selalu tersenyum. Kita sebut dia Derita dan Senyum. Ketika Senyum menanyakan kabarnya, Derita menggunakan kesempatan itu untuk curhat padanya.


"Teman, aku sedih sekali, hidupku hancur, aku tak jadi menikah karena pasanganku meninggalkan aku disaat hari pernikahan kami hanya tinggal seminggu lagi."


"Kalau begitu kau lebih beruntung kawan, karena kau hanya gagal menikah, sedangkan aku...pernikahanku gagal, kami berpisah 10 tahun kemudian dari hari dimana kami mengucap janji setia sehidup semati," jawab Senyum.


Derita tersentak mendengarnya, tapi rupanya dia masih punya cerita yang lain lagi.


"Tapi teman, bukan itu saja, aku sekarang punya hutang ratusan juta rupiah, dan aku tak tahu bagaimana melunasinya."


"Kalau begitu kau lebih beruntung kawan, karena hutangku milyaran rupiah, aku juga tak tahu cara melunasinya, tapi TUHAN TAHU. Aku hanya perlu mengikuti petunjuk-Nya," jawab Senyum tetap dengan senyumnya yang lebar.


Derita kembali tersentak, tapi kemudian dia bercerita yang lain lagi.


"Tapi teman, sekarang aku jadi gampang sakit-sakitan, aku stress berat, makan tak enak, tidur pun tak nyenyak!"


"Kalau begitu kau lebih beruntung karena baru gampang sakit-sakitan.


Sedangkan aku...aku sudah lama sakit kawan. Dokter mengatakan aku hanya tinggal menunggu waktu, karena penyakitku sudah tak bisa disembuhkan. Dan sekarang aku sudah tak lagi bisa makan yang enak-enak yang dulu jadi favoritku. Kau masih beruntung kawan, tidurmu tak nyenyak tapi kau masih bisa terbangun. Sedangkan aku, sewaktu-waktu aku tak akan bisa terbangun lagi dari tidurku," jawab Senyum masih dengan senyumnya yang tulus dan tak dibuat-buat.


Mendengar itu, pucatlah wajah Derita. Ternyata masalahnya jauh tak ada apa-apanya dibandingkan Senyum.


"Tapi teman, kenapa kau bisa tetap tersenyum disaat hidupmu jauh lebih parah daripada aku?" tanya Derita penasaran.


"Karena kalau aku tidak memilih untuk bahagia sekarang juga, lalu kapan aku akan bahagia? Waktuku tinggal sedikit, jadi kenapa harus aku habiskan dalam penyesalan dan keputusasaan?"


Luluhlah hati Derita. Ternyata dia jauh lebih beruntung dibandingkan senyum. Dan dia pun menyadari ternyata selama ini dia mengejar kebahagiaan bersyarat, alias kebahagiaan yang ditentukan oleh faktor dari luar diri.


***


Sahabat, cerita seperti ini rasanya sudah umum terjadi pada banyak orang.


Merasa paling menderita dan mengejar kebahagiaan yang bersyarat. Tetapi ketika bertemu dengan orang yang lebih menderita, barulah terbuka kesadaran bahwa kita lebih beruntung, bahkan jauh lebih beruntung.


Dan tak jarang pula kita temui bahwa mereka yang secara keseluruhan seharusnya jauh lebih menderita dari kita, ternyata tetap tenang-tenang saja, seolah tak terjadi apa-apa. Ya, karena mereka memilih untuk tetap bahagia, karena putus asa pun tak akan menghasilkan apa-apa. Daripada menyerah karena gagal, mereka memilih untuk gagal menyerah.


Waktu kita terbatas, kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil pulang kepada-Nya. Jika kita habiskan waktu dengan rasa menderita, lalu kapan kita akan merasakan nikmatnya hidup? Bahagia adalah pekerjaan dari dalam diri, dan cara terbaik untuk menemukannya adalah dengan mensyukuri titik saat ini, untuk semua yang telah kita miliki dan kita nikmati.


Semoga kita senantiasa mendapatkan kesadaran bahwa kita adalah orang yang selalu beruntung, dan bisa tetap tenang serta mampu bersyukur dalam keadaan sesulit apapun, karena meski tak seorangpun lagi yang bersedia menemani kita, Tuhan selalu ada untuk kita.


Salam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar